(oleh Faiz Rijal Izzudin*)
IPMJATIM.OR.ID – ‘Marhabban ya ramadhan’ kata-kata itu mulai menyeruak nan segar di telinga kita, mengingat bulan tersebut adalah bulan yang dimana allah mengerahkan semua karunianya pada bulan tersebut. Bulan yang penuh dengan warna ibadah dan ketaatan; puasa, tilawah al-Qur’an, sholat malam, majelis ilmu, nasehat, sedekah, dan kepedulian kepada orang-orang yang membutuhkan. Ya, hal itulah yang selalu ada dalam bulan ramadhan. Mengingat bulan tersebut, Allah mengunci pintu neraka dan membuka pintu surga dengan lebar-lebarnya.
Puasa dilaksanakan oleh umat muslim sejak fajar hingga matahari terbenam, dengan waktu yang bervariasi di setiap daerah. Selama waktu tersebut, mereka menahan diri dari makan, minum, merokok dan lain sebagainya. Pada bulan Ramadhan, umat muslim juga berusaha keras untuk menahan diri dari setiap perbuatan dosa seperti berbohong, mengutuk dan berkata salah. Makanan yang dimakan sebelum matahari terbit dikenal sebagai sahur, sedangkan yang dimakan setelah matahari terbenam dikenal sebagai iftar (berbuka puasa). Selama bulan tersebut, umat muslim cenderung menghabiskan hartanya dengan bermurah hati untuk menyediakan makanan bagi seluruh masyarakat (khusus yang kurang mampu). Pahala dari semua perbuatan baik meningkat selama bulan Ramadhan, baik itu dalam bentuk sholat maupun beramal. Perlu kita ketahui, bahwa dalam berpuasa, hendaknya mensucikan hati dari segala aib, sucikan jiwa dari segala noda, dan bersihkan tubuh dari segala kotoran. Berlepas dirilah kepada Allah dari musuh-musuh-Nya, tuluskan hati dalam mencintai-Nya, berpuasalah dari segala larangan-Nya dalam kesunyian dan terang-terangan, takutlah kepada Allah dengan yang sebenarnya dalam kesunyian dan terang-terangan, serahkan diri kepada Allah pada hari-hari puasa, kosongkan hati untuk-Nya, dan bagilah dirimu untuk-Nya dalam menjalankan perintah-Nya dan berdoalah pada-Nya. Jika telah menjalankan semua itu, maka kita adalah orang yang berpuasa karena-Nya alias Ikhlas karena Allah SWT tak ada niat yang lain. Perlu saudara-saudaraku ketahui bahwa bulan suci Ramadhan merupakan bulan, Allah SWT melipat gandakan amal (Pahala) kebaikan se seorang. Terlepas dari persiapan rohani yakni peningkatan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, berbagai sajian di bulan Ramadhan pun sudah siap diproduksi dan dipasarkan dalam jumlah yang banyak. Salah satu diantaranya adalah Sirup, sebagai pelengkap berbuka di bulan Ramadhan seringkali membuat sajian sop buah dan minuman yang dingin. Sirup bisa dinikmati dengan air dingin atau ditambahkan untuk sop buah, semuanya itu menambah kenikmatan berbuka di bulan Ramadhan. Beberapa Sirup yang menghiasi layar kaca Televisi diantaranya Sirup Marjan, ABC. Sehingga banyak meme atau gambar yang diberi caption lucu,” Kalau sudah ada Iklan Sirup, tanda Bulan Ramadhan sudah dekat”. Seolah kebiasaan minum sirup itu hanya untuk bulan Ramadhan saja, buktinya gempuran iklan Sirup jelang atau saat masuk bulan Ramadhan perharinya banyak sekali ditayangkan. Terutama iklan Sirup Marjan yang menyajikan iklan bersambung tiap ramadhan tiba dari tahun ke tahun. Saya sangat antusias melihat iklan dari Sirup Marjan tersebut.
Seusai berbuka puasa, atau setelah menjalankan sholat tarawih menikmati es campur dengan varian buah, membuat segar dan menghilangkan dahaga. Sajian berbagai variasi buah dan es pun tidak akan sempurna tanpa sirup. Mungkin, bagaikan sayur tanpa garam.
Sirup bisa menjadi pelengkap yang “wajib” untuk dicampur dengan buah dan es serut. Kesegaran rasa pun menambah kenikmatan. Setiap orang akan merasa puas apabila membuat sendiri.
Sangat mudah untuk membuatnya, hanya dengan menyediakan buah yang disukai, es serut atau es yang dibuat kecil-kecil, lalu ditambah dengan susu putih dan tidak ketinggalan dengan sirup akan sangat menambah kenikmatan saat meminumnya. Dari iklan-iklan tersebut dapat kita simpulkan bahwa masyarakat sangat girang, tumpah ruah menyambut datangnya ramadhan.
Ramadhan itu memang bulan yang paling ditunggu-tunggu. Paling ditunggu-tunggu bukanya. Paling ditunggu-tunggu tarawihnya (waduh, ini kapan selesainya?). Paling ditunggu-tunggu imsaknya (kali aja kali ini imsak setelah subuh). Juga tak lain dan tak bukan yaitu pengalaman-pengalaman Ramadhan di kampungku yang seru dan paling ditunggu-tunggu. Waktu kecil, kalau Ramadhan tiba, artinya musim petasan juga tiba. Tak perlu menunggu lebaran. Petasan apa saja. Mulai dari kembang api yang gede, sampai petasan terpopuler di kampungku, petasan korek. Petasan korek atau mercon rek is simple but deadly. Tinggal gesek ke bekas wadah korek, lempar, dan… DUAAR! Biasanya petasan ini diledakkan ketika orang-orang mau tarawihan atau setelahnya. Ya, agak ganggu tetangga, sih (jangan ditiru!). Tapi, toh kita nggak membahayakan mereka, walaupun membahayakan orang yang punya sakit jantung. Lalu, hal yang identik lainnya dari Ramadhan adalah shalat Tarawih. Walaupun di kampungku rakaatnya 11, 20, tapi nggak lama-lama amat, kok. Lama sih nggak apa-apa, yang bikin kesel itu kelakuan petugas masjid yang kujuluki “Penyabet Maut”. Agak beda sedikit sama Malaikat Izrail (Penyabut Maut). Kenapa? Masak anak-anak kecil kalau telat dikit buat shalat tarawih langsung kena sabet? Ngomong dikit kena sabet? Ribut sendiri malah kena sabet? (ya iyalah…). Tapi yang mengherankan itu, kata temanku, ada seorang oknum yang rela membatalkan shalatnya demi “menyabet” anak-anak yang pura-pura diem, tapi setelah dia shalat, mereka malah ribut. Setelah shalat Tarawih, ada tilawah qur’an, yakni membaca al-Qur’an secara bergantian. Mengaji bareng lah pokoknya. Mulai dari yang masih kelas lima sampai yang sudah kepala lima. Waktu itu. Pengalaman yang membanggakan sekaligus mendebarkan. Masalahnya, koordinatornya galak. Apalagi kalau salah bacanya banyak, bisa kena bentak. Selanjutnya pengalaman yang paling seru, kentongan buat bangunin sahur. Ada yang pakai kentongan, jerigen, botol kaca, dan lain-lain. Nggak ada latihan, mereka bermain sesuai kreativitas masing-masing, dan itu bagus. Dulu aku pernah ikut dan disuruh pegang kentongan. Yang dulu biasanya remaja yang besar-besar, jarang ada anak kecil. Beda sama sekarang yang semuanya justru anak kecil (karena yang besar udah males). Jadi, menurutku ini merupakan ajang yang “bergengsi” jika anak-anak kecil boleh ikut. Kenapa nggak boleh ikut? Menurutku, pertama, alasannya mereka harus diizinkan orang tuanya buat keluar rumah malam-malam. Kedua, buat beban saja (karena pasti disuruh menjagakan, apalagi kalau masih ngompol). Yang ketiga, ini yang bahaya. Walaupun masih dalam suasana Ramadhan, entah mengapa tawuran antarkampung, lebih tepatnya antargrup, masih diminati. Aku sendiri nggak tahu penyebabnya. Pokoknya yang aku lihat ada provokasi pakai petasan, pakai kentongan, pakai motor, sampai pakai mulut. Akhirnya tak jarang emosi tersulut, sehingga terjadi adu mulut dan adu jotos. Bahkan, terkadang pakai alat. Tentu saja ada adegan kejar-kejaran. Nah, ini yang bahaya. Kalau anak kecil ketinggalan terus gir motor melayang gimana? Kan parah. Tapi herannya, yang aku pahami, pertengkaran ini seperti berlangsung setiap tahun sekali. Buktinya, kalau waktu lebaran nggak ada tawuran antargrup tadi. Contohnya, kalau mau pergi ke rumah guru yang ada di kampung musuh, ternyata aman-aman saja. Kalau nggak, mereka tahu kalau ada yang masih saudara. Toh, nggak ada cegat-mencegat. Justru tak jarang mereka malah berdamai. Entah aku nggak tahu yang sebenarnya atau memang seperti ini adanya. Tapi jika ini benar, budaya macam apa ini? Masak tawuran kayak tarawihan, setahun sekali? (Seharusnya dua kali dong. Eh, nggak usah aja, maksudnya hehehe. Terakhir, puasa pertama. Ini adalah pengalaman yang paling berkesan menurutku. Puasa pertama biasanya identik dengan sahur yang ogah-ogahan, seperti aku. Tapi, kalau paginya justru terlampau semangat. Hampir selalu setiap awal-awal puasa, aku dan teman-temanku pergi jalan kaki pagi-pagi buta sampai ke tempat yang jauh. Tapi akhir-akhir ini, aku jarang jalan-jalan kaki lagi karena udah ogah hehe. Tapi, yang hampir selalu pasti adalah selalu antusias menyambut buka puasa pertama. Mulai dari masakan yang enak-enak, aneka jajan dan minuman, sampai menunggu sirine tanda waktu berbuka yang seperti sirine perang tanda waktu kelaparan hendak dijajah haha. Namun yang membuatku sedih adalah bahwa buka puasa pertama juga menandakan awal dari surutnya jamaah shalat Maghrib di musholla. Tapi, ini juga sekaligus merupakan awal dari kemenangan sholat Isya! (walaupun setahun sekali.
*Penulis adalah Kader PR IPM Pondoh Pesantren Al-Mizan Lamongan
Subhanallah berjuang trus y