Lompat ke konten

IPM Di Ranah Sekolah Dasar, Sudah Saatnya!

IPMJATIM.OR.ID – Tahun ini usia Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) menginjak 61 tahun, usia yang cukup tua untuk organisasi kepemudaan. Sejak dulu IPM menegaskan dirinya merupakan sebuah organisasi perkaderan, hal ini termaktub dalam Dasar dan Amal Perjuangan poin dua yaitu ‘IPM sebagai gerakan kader di kalangan pelajar’.

Salah satu alasan IPM merupakan organisasi perkaderan karena IPM terlahir dari rahim Muhammadiyah, dengan demikian konsekwensinya IPM memiliki tugas sebagai organisasi perkaderan Muhammadiyah dengan fungsi sebagai kader persyarikatan dan kader umat dan bangsa.

Jawa Timur merupakan salah satu Pimpinan Wilayah dengan jumlah ranting terbanyak baik ditingkat Desa, Masjid dan Sekolah. Pada Rapat Kerja Nasional di Bali yang diselenggarakan oleh PP IPM (Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah) menjadi tempat pertama IPM Jawa Timur mengusulkan gagasan adanya IPM di tingkat SD (Sekolah Dasar). Hal demikian ternyata masih dianggap tabu oleh Pimpinan Wilayah lain, padahal di Jawa Timur sudah ada beberapa Sekolah Dasar yang mendirikan IPM salah satunya Jombang, Lamongan dan Surabaya.

Menurut data yang saya peroleh dari salah satu IPM yang didirikan di SD yang ada di Jombang, motif mendirikan IPM di sana berawal dari potensi siswa yang terbilang cukup kreatif namun belum ada wadah untuk menampung mereka, sehingga PD IPM Jombang memiliki inisiatif untuk mengenalkan IPM di tingkat SD. Selain menjadi wadah mereka, diharapkan langkah ini dapat berkesinambungan dengan jenjang sekolah selanjutnya guna memperkuat militansi kader.

Jika melihat dari sisi psikologis, anak SD yang berusia 7-12 tahun, pada usia tersebut anak mulai merasa tidak ingin bergantung kepada orang tuanya. Maka sudah saatnya anak dilatih untuk mandiri dengan diberi tanggungjawab atau amanah yang sederhana, seperti memimpin teman-temannya. Di usia ini pula, anak lebih senang berbagi kepada teman-temannya, rasa peduli yang tinggi atau empati. Tentunya dengan dikenalkannya mereka dengan organisasi—dalam hal ini IPM—dirasa sangat penting bagi perkembangan mereka dalam rangka menyalurkan minat dan bakat sekaligus memperkuat rasa humanis sedari dini.

Namun yang menjadi pertanyaan, apakah IPM di Sekolah Dasar akan sama tupoksinya dengan IPM pada umumnya? Tentunya berbeda, siswa Sekolah Dasar memiliki usia 7–12 tahun, pengetahuan anak akan bertambah pesat seiring bertambahnya usia serta keterampilan yang dikuasainya semakin beragam. Menurut teori Jean Piaget, usia anak Sekolah Dasar merupakan tahap berpikir operasional konkrit. Artinya anak sudah mampu berpikir rasional seperti penalaran untuk menyelesaikan suatu masalah yang konkret (actual). Namun, kemampuan berpikir mereka masih terbatas pada situasi yang konkret.

Lantas apa perbedaannya? Nah, menurut data yang saya peroleh dari salah satu IPM yang ada di Jombang, berjalannya IPM tentu tidak bisa terlepas dari peran guru yang mendampingi. Disini letak perbedaannya, peran guru sangat berpengaruh dalam menggerakkan IPM di Sekolah Dasar. Kegiatan yang mereka jalankan pun tidak lepas dari program sekolah, diantaranya membantu class meeting, menata shaf shalat, memimpin upacara dan lain-lain.

Selain kegiatan di atas, IPM di SD dapat menyelenggaran kegiatan lain seperti setiap selesai sholat dzuhur siswa secara bergantian melaksanakan kultum, hal ini berfungsi untuk melatih rasa percaya diri dan tanggungjawab. Kemudian di momen Idul Adha, pihak sekolah menyembelih hewan kurban dengan melibatkan siswa, sehingga dapat melatih rasa berbagi dan segi humanis siswa, serta banyak variasi kegiatan lainya yang bisa mengasah minat dan bakat mereka.

Tentunya dengan memperluas jangkauan masa IPM sampai ke tingkat SD merupakan sebuah peluang yang dapat dimanfaatkan sebagai langkah perkaderan. Sekarang yang perlu dipikirkan bersama adalah sebuah rumusan formula baru—khususnya di ranah perkaderan—sehingga IPM di SD bisa massif.

 

Penulis : Devi Meyla Pramesti

Bendahara Umum PW IPM Jawa Timur

Editor : Hasan

Tinggalkan Balasan

%d blogger menyukai ini: