IPMJATIM.OR.ID – Lembaga Riset Pimpinan Wilayah Ikatan Pelajar Muhamamdiyah (PW IPM) Jawa Timur mempublikasikan hasil riset yang berjudul”Karantina Diri di Bulan Suci, Potret Pendidikan dan Sosial-Keagamaan Pelajar Jawa Timur Selama Pandemi Covid 19″.
Riset ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan pelajar terhadap Covid-19 yang dihadapkan dengan persoalan teori konspirasi yang bermunculan dan persoalan etika dan empati terhadap masyarakat korban Covid-19, praktik dan ekspresi sosial-kegamaan selama bulan ramadan, dampak dan perubahan terhadap kondisi akademik pelajar, dampak terhadap interaksi dan kondisi sosial-psikologis pelajar.Penelitian yang berlangsung selama tiga minggu dari pertengahan bulan Mei sampai awal bulan Juni 2020 ini menggunakan metode survei kuantitatif dengan jumlah responden sebanyak 399 Pelajar beragama Islam yang tersebar di 38 Kabupaten/Kota di Jawa Timur.
Sebanyak 57% responden menyatakan di sekitar tempat tinggalnya masih melaksanakan sholat tarawih di masjid/mushola. Meskipun demikian, pelajar masih lebih memilih sholat wajib dan tarawih secara berjamaah di rumah. Hal tersebut akan berbeda dengan sholat ied, mereka lebih memilih untuk melaksanakannya di lapangan. Masih dalam kecenderungan yang sama, sebanyak 89% akan menerima saudara yang datang bertamu saat idul fitri. Padahal hanya 24% yang bersedia saat diajak buka bersama. Sebanyak 52% memandang bahwa 6-10 jam sehari adalah durasi yang efektif sebelum pandemi. Namun, sebagian besar memilih 1-2 jam saat pandemi
Meskipun beberapa masih menghubungkan covid sebagai hasil rekayasa, pelajar tetap memiliki sikap empati terhadap korban. Siapa pun yang terdampak tidak perlu berkecil hati dan merasa malu. Kalaupun memang dijauhi secara fisik, tidak berarti dijauhi secara sosial. Dikarenakan sebanyak 74% pelajar mengatakan bahwa hal tersebut bukan aib, serta 62% memandang bahwa korban tidak perlu dijauhi.
Temuan riset menunjukkan bahwa Infromasi yang tidak bisa dikontrol di era Post-Truth memberi ruang terhadap beragamnya pemahaman masyarakat, terlebih lagi bagi pelajar. Bisa kita rasakan bahwa covid tidak selalu dipahami secara ilmiah, ada yang menghubungkan dengan rekayasa, atau pun dihubungkan dengan teori konspirasi. Dalam hal ini, faktanya pelajar memiliki kecenderungan yang sama untuk menyetujui, tidak menyetujui, maupun yang masih tidak mengetahui.
Ketua Umum IPM Jatim, “Pelajar Jawa Timur Selain rawan terpapar oleh virus corona juga masih rawan terpapar oleh virus konspirasi tentang Covid-19. Dibuktikan dengan adanya data di variabel opini pelajar tentang pengetahuan tentang COvid-19 yang menyentuh angka 30-40% di garis ketidaktahuan atau kebingungan jika dihadapkan dengan informasi yang bersifat kosnpiratif tentang Covid-19,” Ucap Dedi