Lompat ke konten

Spirit Al-Khaliq: Melewati Krisis, Menciptakan Masa Depan

IPMJATIM.OR.ID – Narasi utama dalam masyarakat manusia kita adalah hal – hal yang terjadi pada kita. Sebagian besar yang kita alami adalah di luar kendali kita – pemerintah, cuaca, ekonomi, dan pilihan orang lain. Bagi siapa pun yang sangat terpengaruh oleh perilaku negatif orang lain akan selalu merasa menjadi korban keadaan. Karena pada akhirnya, meskipun setiap keadaan dirasa menyakitkan dan menantang pada saat yang sama, mereka juga turut membentuk kita menjadi diri kita yang sekarang.

Energi yang membuat kita merasa menjadi korban dapat menahan kita dalam kondisi tubuh yang tidak berdaya dan pembicaraan diri yang terus mengarah pada hal negatif. Yang sering membuat dengan cepat menjadi merasa teraniaya, mengacungkan jari tengah dan menyalahkan keadaaan.

Ya, terkadang banyak hal-hal yang tidak dapat diterima dan terasa mengerikan pada saat yang sama. Kita sama sekali tidak boleh meremehkan pengalaman apapun. Ada begitu banyak hal yang sama sekali tidak dapat kita kendalikan. Tetapi ada satu hal yang selalu dapat kita pilih. Sejauh mana kita akan membiarkan apa pun yang telah kita lalui berdampak pada kehidupan kita ke depan. Jadi, bagaimana kita bisa beralih dari mentalitas korban menjadi manusia pencipta (kreatif)? .

Berkenaan dengan situasi saat ini, kemungkinan besar, kita menemukan diri kita di suatu tempat terombang-ambing di sepanjang tahapan yang dijelaskan Elisabeth Kübler-Ross (ini belum tentu merupakan perkembangan linier):

Shock (kekagetan) – Semua berita baru saja mengenai Kita, tetapi Kita bahkan belum mulai terlibat atau memproses kenyataan baru ini, sambil berjuang untuk bereaksi terhadap tuntutan, tekanan, dan tantangan situasional.

Denial (penolakan) – Kita masih berpegang pada gagasan bahwa semua ini sementara dan segera selesai, semua akan kembali seperti sebelumnya: Kita akan kembali ke kantor, pelajar akan kembali ke sekolah, dan semua ini jika diingat akan menjadi cerita yang menarik untuk diceritakan suatu hari nanti.

Anger (kemarahan) – Kita menyadari bahwa dunia telah bergeser dan bahwa kita sebenarnya sangat tidak siap untuk itu, bahwa baik sekolah maupun pekerjaan Kita tidak diberikan alat untuk menghadapi ketidakpastian, kompleksitas, dan ambiguitas. Kita merasa tidak adil, dan bahkan marah, karena ingin selalu melakukan hal yang besar namun kondisi masih belum aman.

Bargaining (Tawar–menawar) – Kita dapat mendengarkan di beberapa webinar, mencari beberapa hal secara online tentang pekerjaan jarak jauh, masa depan pekerjaan, menganggap hal serba online, kesehatan mental dan empati lebih serius. Kita bahkan mulai memikirkan beberapa inisiatif dan inovasi yang dapat Kita lakukan untuk masa depan, begitu Kita kembali ke kantor dan semuanya akan kembali “normal”.

Depression (Depresi) – Pada akhirnya, kita tidak akan dapat menyangkal kenyataan lagi bahwa kekuasaan akan menghantam kita. Dunia sedang dalam transisi. Masa depan tidak akan terlihat seperti masa lalu. Semuanya akan berbeda. Kita mungkin akan panik, jadi itu adalah kunci untuk menjadi baik pada diri sendiri dan melakukan apa yang bisa untuk menemukan tempat yang tenang kembali.

Testing (Menguji) – Kita mulai dengan sungguh-sungguh memikirkan masa depan dan mulai mengeksplorasi apa yang bisa dan biasa dilakukan. Kita mungkin terhubung dan terbuka dengan beberapa rekan atau sahabat dengan sungguh-sungguh mulai mempelajari seperti apa masa depan itu dan mengambil komitmen untuk belajar dan mengubah pekerjaan atau organisasi sedikit lebih serius daripada yang dilakukan dalam fase sebelumnya.

Acceptance (Penerimaan) – Akan ada saat ketika kegelapan terangkat. Ketika Kita cukup terpukul, menyerah pada yang tidak diketahui. Kita akan mengangkat tangan kita ke atas, menerima situasi apa adanya dan bergerak.

Menjadi manusia pencipta adalah hal yang membebaskan dan sangat memuaskan. Karena Kita telah secara aktif mengamati dan menemukan diri sendiri, kita dapat dengan cepat mengenali energi apa yang kita keluarkan dan secara sadar beralih ke kehadiran yang lebih berdaya. Proses peralihan dari mentalitas korban ke manusia pencipta membutuhkan waktu dan latihan. Kemungkinan akan kembali ke pola pikir korban itu satu atau dua kali, tidak apa-apa. Perhatikan dan lewati saja. Perhatikan dan lewati. Perhatikan dan lewati. Akhirnya, harmoni dan kreasi akan menjadi default Kita.

Sebagai makhluk spiritual yang memiliki pengalaman manusia, kita ditakdirkan untuk menjadi pencipta. Apakah Kita siap untuk mengambil langkah pertama untuk menyembuhkan diri dan melepaskan serta menghadapi masalah? Inilah saatnya kreativitas dimulai. Sebagai umat Islam, ketika Allah menciptakan sesuatu, bukan berarti Allah membutuhkan ciptaan-Nya atau mengambil manfaat darinya. Namun, dengan ciptaan-Nya, Allah ingin menunjukan kebesaran dan keagunganNya, sehingga seluruh makhluk dapat mengenali-Nya.

Kita yang meneladani Allah dalam sifat Al-Khaliq ini dituntut untuk mampu menciptakan hal-hal baru yang bermanfaat. Untuk memenuhi tuntutan ini, kita harus membekali diri dengan ilmu pengetahuan yang memadai. Setiap manusia yang mau meneladani dan mengamalkan sifat atau nama Allah ini dalam kehidupannya, maka kita harus membekali dirinya dengan berbagai ilmu pengetahuan sehingga menguasai prinsip-prinsip dasarnya. Dengan cara inilah kita akan mampu berkreasi atau menciptakan hasil (produk) seperti yang diinginkan dan akhirnya bermanfaat bagi diri kita dan bagi semua orang.

Maka, timbul dalam diri kita untuk meneladani nama Al-Khâliq, dengan selalu berusaha keras dan sungguh-sungguh untuk melahirkan ciptaan-ciptaan kreatif dan memberi nilai manfaat yang tinggi untuk kehidupan manusia.

Karya-karya yang lahir dari kita akan mendatangkan manfaat pada masyarakat luas. Tentu saja dalam mengamalkannya harus atas nama Allah Yang Maha pencipta (al- Khaliq), bukan karena motivasi yang lain. Dengan demikian pekerjaan/berkarya merupakan pengabdian kepada Allah, maka orang itu tidak akan jenuh menghadapi pekerjaannya itu karena yang dicari, hidup di dunia ini bukan popularitas atas suatu keahlian, tetapi dipahami sebagai jalan untuk dekat kepda Allah atau mendapatkan ridhah-Nya. Karena Dia yang meletakkan dalam diri setiap manusia potensi (kreatif) tersebut, maka dalam mengerjakan atau membuat sesuatu harus atas nama-Nya.

Masa lalu telah mengangkat cengkeramannya pada diri kita, kita telah datang ke saat ini, dan sekarang siap untuk menciptakan masa depan. Ada kesempatan besar di saat krisis ini. Demikian pula, saat ini kita sedang diguncang di tengah transisi krisis dan kita terguncang, sehingga kita dapat lebih mudah menyelaraskan diri kita dengan bumi. Dengan kehidupan, dengan ekosistemnya yang telah rapuh. Kita memiliki kesempatan untuk membangun sistem baru yang menghormati kehidupan yang berdampingan di planet ini. Individu dan organisasi sekarang dapat menjadi sistem penciptaan nilai yang tertanam dalam ekosistem yang terus tumbuh dan berkembang.

Kita dapat menyelaraskan sistem operasi budaya, planet, organisasi, dan pribadi kita dengan kesadaran baru ini. Untuk itu, kita membutuhkan visi baru tentang masa depan, cara baru untuk terlibat satu sama lain dalam kolaborasi, dan pemimpin yang bersedia untuk menghadapi tantangan tersebut. Apakah kamu siap? .

Oleh :

Nashir Effendi

Ketua Bidang Perkaderan PW IPM Jawa Timur

 

Tinggalkan Balasan

%d blogger menyukai ini: